Senin, 25 Januari 2021

Pengantar Hukum Pajak

Hukum pajak atau hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Jadi hukum pajak merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak). Hukum pajak juga memuat unsur-unsur hukum Tata Usaha Negara dan hukum pidana, bahkan memuat pula unsur-unsur hukum privat. 

Definisi

Pasal 1 ayat 1 KUP : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Prof. Dr. P.J.A Andriani :  pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran –pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Prof. Dr. M.J.H Smeets : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan secara individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Dasar Hukum Pajak

  • Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang
  • Pasal 23A UUD 45 amandemen ke 4
  • Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar 
  • UU no. 6 tahun 1983 sebagaimana yg telah diubah dengan UU no. 9 tahun 1994, dengan UU no. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU no. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
  • UU no. 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan UU no. 7 tahun 1991, UU no. 10 tahun 1994 dan UU no. 17 tahun 2000 terakhir perubahan ke empat dengan UU no. 10 tahun 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  • UU no. 8 tahun sebagaimana yang telah diubah dengan UU no. 11 tahun 1994 dan UU no. 18 tahun 2000, terakhir dengan perubahan ketiga dengan UU no. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  • UU no. 12 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan UU no. 12 tahun tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  • UU no. 21 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan UU no. 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
  • UU no. 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai jo PP no.24/2000.
  • UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  • UU no. 19 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan U U No19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
  • UU no. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Fungsi Pajak

  1. Fungsi penerimaan (Budgetair) = Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpemerintah. Dalam APBN pajak merupakansumber penerimaan negara
  2. Fungsi mengatur (Regulatoir) = Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengaturatau melaksanakan kebijakan di bidang sosialdan ekonomi. Mis. PPn BM mengatur minuman keras dan barang-barang mewah
  3. Fungsi Redistribusi = Fungsi redistribusi lebih ditekankan unsurpemerataan dan keadilan dalam masyarakat .Fungsi ini terlihat adanya lapisan tarif dalampengenaan pajak
  4. Fungsi Demokrasi = Fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong, fungsi ini dikaitkan tingkatpelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak

Sistematika Hukum Pajak

Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formal.

1) Hukum Pajak Materiil

Hukum pajak materiil adalah norma-norma yang menjelaskan keadaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil mengatur tentang timbulnya, besarnya, terhapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dengan Wajib Pajak. Contoh dari hukum pajak materiil adalah peraturan yang memuat tentang kenaikan denda, sanksi atau hukuman, dan cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus. (Siti Resmi:2008)

2) Hukum Pajak Formal

Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/ merealisasikan ketentuan hukum material. Hukum pajak formil dimaksudkan untuk memberi perlindungan pada fiskus dan Wajib Pajak, serta memberi jaminan bahwa hukum pajak materiilnya dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan antara lain mengatur mengenai:

  • Surat pemberitahuan (baik masa maupun tahunan),
  • Surat Setoran Pajak,
  • Surat ketetapan pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil )
  • Surat Tagihan,
  • Pembukuan dan pemeriksaan,
  • Penyidikan,
  • Surat Paksa,
  • Keberatan dan Banding,
  • Sanksi administratif, sanksi pidana, dll.

Hal-hal yang digolongkan dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah diubah dengan Badan Peradilan Pajak antara lain mengatur mengenai:

  • Sengketa Pajak
  • Banding dan Gugatan
  • Susunan Badan Peradilan Pajak
  • Hukum Acara
  • Pembuktian
  • Pelaksanaan putusan, dll.

Objek Pajak dan Subjek Pajak

Setiap jenis pajak tentu memiliki objek pajak dan subjek pajak. Secara sederhana, objek pajak merupakan sumber pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan subjek pajak merupakan perorangan atau badan yang ditetapkan menjadi subjek pajak.

Setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak. Sementara orang atau badan yang punya kewajiban pajak disebut sebagai wajib pajak.

Subjek dan Objek Pajak dari Setiap Jenis Pajak

Mengutip Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh), subjek pajak PPh terdiri dari tiga yaitu orang pribadi, badan dan warisan. Subjek pajak tersebut juga digolongkan menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri

Berikut ini yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri:

  1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.
  2. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  3. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
  4. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek Pajak Luar Negeri

Berikut ini yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri:

  1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
  2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
  3. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
  4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di Indonesia, yang memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Sedangkan objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Penghasilan tersebut diperoleh wajib pajak dari dalam maupun luar negeri, seperti:

  • Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
  • Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
  • Laba usaha.
  • Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta seperti keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
  • Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
  • Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
  • Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
  • Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
  • Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
  • Royalti.
  • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
  • Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
  • Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
  • Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
  • Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
  • Premi asuransi.
  • Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
  • Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
  • Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
  • Surplus Bank Indonesia.
  • Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai KUP.
  • Objek Pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya.
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.
  • Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.

Sedangkan yang tidak termasuk dalam Objek Pajak PPh adalah:

  1. Bantuan atau sumbangan dan harta hibah.
  2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyetaraan modal.
  3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan pajak dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang berikan oleh yang bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa.
  5. Dividen atau bagian laba yang diperoleh/diterima oleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal dari usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat sebagai berikut: a) Dividen bagian dari cadangan laba yang ditahan. b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang mendapat dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
  6. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang bayar oleh pemberi kerja atau pegawai.
  7. Penghasilan yang ditanamkan oleh dana pensiun, pada bidang-bidang tertentu yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan.
  8. Bagian laba yang diterima dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, perkumpulan, persekutuan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyetaraan kontrak investasi kolektif.
  9. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di lndonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan sektor-sektor usaha yang diatur berdasarkan Permenkeu dan sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
  10. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu dan ketentuannya berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan.
  11. Sisa lebih yang diterima oleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian, atau pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan lagi dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, pengembangan dan penelitian, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.
  12. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.