Teleologi : Utilitarianisme dan Impact Analysis
Teleologi berasal dari bahasa Yunanitelosyang berarti akhir, konsekuensi atau hasil. Jaditeori teologi memperlajari perilaku etika yang berkaitan dengan hasil dari keputusan-keputusanberetika. Teologi dikembangkan oleh filsuf-filsuf aliran empirin dari Inggirs, seperti John Locke(1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836) dan John Stuart Mill(1806-1873).
Menurut teori teologi, suatu keputusan
etika yang benar atau salah tergantung apakahkeputusan tersebut memberikan
hasil yang positif jika benar dan negatif jika salah. Kualitas etikadari
pengambilan keputusan dankeputusannya ditentukan berdasarkan hasil dari
keputusantersebut. Utilitarianisme mendefinisikan baik atau buruk dalam bentuk
konsekuensi kesenangan (pleasure) dan kesakitan (pain). Tindakan beretika
adalah tindakan yang menghasilkan kesenangan atau rasa senang yang paling
banyak atau rasa sakit yang paling sedikit. Teori ini berdasarkan asusmsi bahwa
tujuan hidup adalah untuk bahagia dan segala sesuatu yang mendorong kebahagiaan
secara etika baik. Utilitarianisme berbeda denganhedoisme. Hedoisme pada
individu yang mengejar kesenangan individual. Kelemahan pertama adalah belum
ada satu ukuran untuk kesenangan dan kebahagiaan. Kedua adalah permasalahan
dalam distribusi dan intensitas kebahagiaan. Ketiga adalah menyangkup cakupan.
Keempat adalah kepentingan minoritas yang terabaikan akibat keinginan untuk
memenuhi kebahagiaan lebih banyak orang(mayoritas). Kelima, utilitarianisme
mengabaikan motivasi dan hanya berfokus pada konsekuensi.
Etika Deontologi : Motivasi untuk berperilaku
Deontologiberasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban. Deontologi terkait dengan tugas dan tanggung jawab etika seseorang. Deontologi mengevaluasi perilaku beretika berdasarkan motivasi dari pengambilan keputusan. Menurut teori deontologi, suatu tindakan dapat saja secara etika benar walaupun tidak menghasilkan selisih positif antara kebaikan dan keburukan untuk pengambilan keputusan atau masyarakat secara keseluruhan.
Etika deontologi sangat menekankan pentingnya motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari para pelaku, terlepas dari akibat yang timbul dari perilaku para pelaku tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Immanuel Kant (1734-1804), bahwa “kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga”. Dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya. Dalam kaitan dengan pandangan dasar etika deontologi di atas, kita dapat menyinggung secara lebih jauh dua hal pokok yang ditekankan oleh Kant, seorang filsuf yang sangat berpengaruh dalam etika deontologi berikut ini.
Pertama, menurut Kant tidak ada hal di dunia ini yang dapat dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan baik. Kepandaian, kearifan, penilaian, dan bakat-bakat lainnya dapat merugikan bila tidak didasarkan pada kemauan baik. Oleh karena itu, kemauan baik merupakan kondisi yang mau tidak mau harus ada agar manusia dapat memperoleh kebahagiaan. Kemauan baik bukan baik karena dampak atau akibat yang ditimbulkannya, melainkan karena kemauan itu pada dirinya sendiri baik. Karena itu untuk menilai semua tindakan kita, apakah baik atau tidak, kita pertama-tama harus menilai apakah motivasi kita baik, apakah kita bertindak berdasarkan suatu kemauan baik atau tidak. Bahkan kemauan baik itulah yang menjadi kondisi dari semua tindakan yang baik. Kedua, dengan menekankan kemauan baik, menurut Kant tindakan yang baik adalah tindakan yang bukan saja sesuai dengan kewajiban melainkan tindakan yang dijalankan demi kewajiban. Sejalan dengan itu, ia menolak semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai tindakan yang baik, bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna. Demikian pula, semua tindakan yang dijalankan sesuai dengan kewajiban tetapi tidak dijalankan berdasarkan kemauan baik melainkan hanya karena dipaksa untuk menjalankannya dianggap sebagai bukan tindakan yang baik.
Immanuel Kant (1724-1804), suatu kebaikan
yang tidak berantahkan adalah niat baik, niatuntuk mengikuti apapun yang
menjadi alasan untuk melakuakn tindakan tersebut tanpamempedulikan konsekuensi
dari tindakan tersebut terhadap diri sendiri.
Kant mengembangkan dua “hukum” untuk
menilai tindakan yang beretika. Pertama adalah categorical imperative.Ini,
menurutnya merupakan prinsip utama dari moralitas. Hukum inimenuntut kita untuk
bertindak dengan mempertimbangkan bahwa orang lain yang berada dalam
situasi yang sama akan melakukan tindakan yang sama. Hukum ini disebut imperative karena harus ditaati dan disebut categorical karena tidak bersyarat dan absolut. Perintah bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan bila orang menghendaki akibatnya, atau bila akibat dari tindakan itu merupakan hal yang dikehendaki oleh orang tersebut. Sedangkan perintah tak bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa memedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak. Menurut Kant, semua perintah dan norma moral adalah perintah tak bersyarat, sebagaimana yang ditekankan oleh deontologi. Perintah dan norma moral adalah perintah dan norma yang harus dilaksanakan tanpa memedulikan akibatnya. Akan tetapi bersamaan dengan itu, Kant menolak bila orang melaksanakan perintah itu karena diperintahkan (heteronomi), melainkan menghendaki agar orang melaksanakan perintah itu karena memang ia sendiri mempunyai motivasi atau kemauan baik untuk melaksanakan perintah itu (otonomi).
Hukum yang kedua adalah Practical imperative. Practical imperative berbicara mengenai hubungan dengan pihak lain, setiap orang harus kita perlakukan sama sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Jika kita menjadikan diri kita sebagai tujuan, maka kita menjadikan orang lain sebagai tujuan bagi dirinya.
Teori deontologi juga dianggap memiliki kelemahan. kelemahan pertama adalah categorical imperative tidak memberikan pedoman yang jelas untuk memutuskan apa yang benar dan salah ketika dua hukum moral bertentangan dan hanya satu yang dapat diikui. hukum moral yang bagaimana yang harus dipilih ? berbeda dengan utilitarianisme yang dapat mengevalusi tindakan melalui konsekuensinya, teori dentologi tidak menganggap konsekuensi relevan. hal yang terpenting dalam teori deontologi adalah niat dari pengambilan keputusan dan ketaatan pengambilan keputusan terhadap categorical imperative.
Justice
and fairness
Justice adalah proses pemberian atau alokasi sumber daya dan beban berdasarkan alasan rasional, karena menurut David Hume ( 1711 – 1776) manusia tidak selalu bersifat baik dan penolong, dan karena adanya keterbatasan sumber daya. Ada 2 aspek dari justice ;
1. Procedural justice
Aspek utama dalam sistem hukum adalah prosedur yang adil dan transparan, artinya semua orang diperlakukan sama dan aturan diterapkan tanpa membedakan.
2. Distributive justice
Aspek ini berbicara mengenai perbedaan antara masing masing orang ;
a. Pembuktian bahwa ada ketidaksamaan antara masing masing orang
b. Bagaimana melakukan alokasi yang adil berdasarkan ketidaksamaan.
Terdapat 3 kriteria yang fapat digunakan dalam distributive justice, yaitu berdasarkan :
1. Kebutuhan
Contoh sistem perpajakan yang dimana anggota masyatakat yang beruntung membayat pajak untuk didistribusikan kepada masyarakat yang kurang beruntung
2.aritmatika
Contoh pada saat pemotongan cake, maka yang palingbterakhir mendapat potongan cake tersebut adalah orang yang melakukan pemotongan cake tersebut.
3.Merit
Seorang yang memberikan kontribusi lebih atas suatu pekerjaan akan mendapatkan alokasi yg lebih besar.
Principle of justice
Diusulkan oleh rawls, yaitu suatu prinsip
untuk alokasi yang adil antar anggota masyatakat, yaitu harus ada kesamaan
dalam pembagian hak dasar dan tanggung jawab, dan apabila terjadi ketidaksamaan
(kesenjangan sosial dan ekonomi), maka harus diberikan kepada masyarakat
anggota yang paling tidak beruntung (difference principle) dan akses untuk
ketidaksamaan (perbedaan) harus terbuka untuk siapa saja.
Dalam justice as fairness apa yang disebut
benar dan adil adalah setiap orang yang memperoleh manfaat dari situasi
ketidaksamaan (perbedaan) sosial dan ekonomi.
Virtue
ethics
Tokoh dari teori ini adalah aristoteles yang mencoba membuat konsep mengenai kehidupan yang baik, menurutnya tujuan hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan yaitu kegiatan jiwa, yaitu kita akan mencapai kebahagiaan dengan kehidupan yang penuh dengan kebajikan. Virtue ethics berfokus pada karakter moral dari pengambilan keputusan, bukan konsekuensi dari keputusan (utilitarianisme) atau motivasi dari pengambilan keputusan (deontologi). Teori ini mengambil pendekatan yang lebih holistic untuk memahami perilaku beretika dari manusia. Teori ini menerima banyak aspek dari kapribadian kita. Setiap dari kita memiliki keragaman karakter yang berkembang sejalan dengan kematangan emosional dan etika. Setelah tersebntuk, maka ciri-ciri karakter akan stabil.
Sebuah virtue yang menjadi kunci dalam
bisnis adalah integritas yang meliputi kejujuran dan ketulusan. Untuk sebuah
perusahaan artinya konsisten dengan prinsip-prinsip perusahaan.
2 permasalahan utama dati virtue ethics
adalah :
1. Menentukan virtue apa yang harus dimiliki seseorang/perusahaan
2. Bagaimana virtue ditunjukan ditempat kerja karena virtue tergantung situasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar