Rabu, 29 April 2020

Ten Imperatives for Internal Auditor

Play a leading role :
1. Anticipate the needs of stakeholders
2. Develop forward-looking risk management practices
3. Continually advise the board and audit commitee
4. Be ccourageous

Beat the expectations gap
5. Support the business objectives
6. Identify, monitor, and deal with emerging technology risks
7. enhance audit findings through greater use of data analytics
8. Go beyound the IIA's standards

Invest in excellence
9. Invest in yourself
10. Recruit, motivate, and retain great team members

Selasa, 28 April 2020

Pada Laporan Keuangan tersendiri induk, bagaimana cara mencatat kepentingan dari perusahaan anak ?

Menurut PSAK 4 Laporan keuangan tersendiri adalah laporan keuangan yang disajikan oleh entitas induk yang mencatat investasinya pada entitas anak, entitas asosiasi dan ventura bersama berdasarkan biaya perolehan atau sesuai dengan PSAK 55, atau menggunakan metode ekuitas sesuai dengan PSAK15.
Kepentingan dari perusahaan anak akan terungkap untuk jumlah investasi pada anak dan juga pembayaran deviden dari anak kepada induk seperti contoh pada laporan keuangan tersendiri di laporan posisi keuangan akan di diungkpankan berapa jumlah nilai investasi pada anak dan juga bedakan investasi pada entitas anak dan invenstasi saham pada entitas asosiasi pada laporan laba rugi dan penghasilan komprensif lainnya di laporan keuangan tersendiri apabila entitas anak dan entitas asosiasi melakukan pembayaran deviden kepada induk diungkapan pendapatan deviden atas anak dan entitas asosiasi
Daftar investasi yang signifikan dalam entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi, termasuk nama, negara atau tempat kedudukan, proporsi kepemilikan, dan proporsi hak suara yang dimiliki (jika berbeda) dan Penjelasan tentang metode yang digunakan untuk mencatat investasi yang terdaftar.

Kamis, 23 April 2020

Consumable life cycle dan hubungannya dengan perilaku pelanggan

Konsep ini mungkin sangat umum, namun sering diabaikan oleh para pembeli produk. Konsep ini disebut consumable life cycle, yaitu siklus hidup produk dari sudut pandang pemakaian oleh pelanggan. model ini membagi siklus hidup produk menjadi empat tahap :
1. pembelian
2. pengoperasian
3. pemeliharaan
4. pembuangan (disposal)

Secara keseluruhan, yang ingin dilihat adalah berapa total biaya yang dikeluarkan oleh seseorang saat mengkonsumsi produk tersebut. misalkan, jika seseorang membeli printer dengan harga murah, namun selama pemakaian printer harus membeli tinta dengan harga yang mahal, maka secara keseluruhan biaya pemakaian prosuk selama siklus hidup produk akan menjadi mahal. Sebaliknya, jika seseorang membeli sebuah mobil, namun dalam tahap disposal dapat menjual mobil dengan harga yang tinggi, maka keseluruhan biaya pemakaian produk akan menjadi relatif lebih murah.

Selasa, 21 April 2020

Tindak Pidana Korupsi

Peraturan untuk pemberantasan korupsi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang sering disebut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). UU Tipikor tersebut ditetapkan oleh pemerintah pada 21 November 2001 dan berlaku sejak tanggal penetapan tersebut. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pemerintah mencabut Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 
UU Nomor 20 Tahun 2001 juga memuat perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU ini menegaskan, tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Tujuan UU Tipikor untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. 
UU Tipikor mencantumkan hukuman dan denda bagi pelaku korupsi atau yang disebut koruptor. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, koruptor mendapat hukuman dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar. 
Selanjutnya, dalam Pasal 3 UU Tipikor, pelaku korupsi dan menyalahgunakan kewenangan, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 1 miliar. 
Sedangkan orang yang dengan sengaja mencegah secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi juga dapat dipidana. 
Pasal 21 UU Tipikor, menegaskan pelaku akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 600 juta. 

Strategi Pemberantasan Korupsi KPK

Pemberantasan korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan kesamaan persepsi, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan terarah.  Adapun tiga strategi pemberantasan korupsi KPK tersebut:

1. Perbaikan Sistem 
Sistem yang berjalan di Indonesia dinilai masih banyak yang memberikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi.  Agar tidak bisa melakukan korupsi, diperlukan beberapa upaya perbaikan sistem: 
  • Mendorong transparansi penyelenggara negara seperti yang dilakukan KPK menerima pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan juga gratifikasi. 
  • Memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan kepada kementerian dan lembaga terkait. 
  • Modernisasi pelayanan publik dengan teknologi digital (pelayanan publik secara online) dan sistem pengawasan yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif. 
2. Edukasi dan Kampanye 
Edukasi dan kampanye dilakukan agar orang tidak mau melakukan korupsi. Edukasi dan kampanye adalah strategi pembelajaran pendidikan antikorupsi dengan tujuan : 
  • Membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi;
  • Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi;
  • Membangun perilaku dan budaya anti korupsi. 
  • Sasaran edukasi dan kampanye anti korupsi tidak hanya kalangan umum dan mahasiswa,tetapi juga anak usia dini yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak dan sekolah dasar. 
3. Represif 
Streategi represif ini bertujuan agar orang takut melakukan korupsi. Upaya ini diwujudkan dalam upaya penindakan hukum untuk membawa koruptor ke pengadilan. 
Dalam strategi ini, tahapan yang dilakukan adalah: 
  • Penanganan laporan pengaduan masyarakat (KPK melakukan proses verifikasi dan penelaahan); 
  • Penyelidikan; 
  • Penyidikan; 
  • Penuntutan; 
  • Eksekusi. 

Upaya Pemberantasan Korupsi

Komitmen pemerintah Indonesia dalam pemberantasan korupsi juga diaktualisasikan dalam bentuk strategi komprehensif. Upaya-upaya pemberantasan tindak pidana korupsi mencakup aspek preventif, detektif dan represif.

1.Upaya preventif
  • Strategi preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. 
  • Upaya preventif dilakukan dengan cara: 
  • Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit peluang korupsi;
  • Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN); 
  • Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan terbuka;
  • Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen masyarakart untuk memantau kinerja para penyelenggara negara, Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi secara nasional. 
2.Upaya detektif
  • Strategi detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi terjadinya kasus-kasus korupsi dengan cepat, tepat dan biaya murah sehingga dapat ditindaklanjuti. Upaya detektif dilakukan dengan cara: 
  • Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat; 
  • Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu; 
  • Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi public; 
  • Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional; 
  • Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) atau Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. 
3.Upaya represif
Strategi represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga kepada para pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya represif dapat dilakukan dengan cara:
  • Pembentukan Badan atau Komisi Anti Korupsi. Pemerintah pada 2003 dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK);
  • Penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman koruptor besar;
  • Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas;
  • Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus;
  • Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu;
  • Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya. 

Senin, 20 April 2020

Dampak Korupsi

Korupsi adalah hal yang konstan dalam masyarakat dan terjadi di semua peradaban. Korupsi mewujud dalam berbagai bentuk serta menyebabkan berbagai dampak, baik pada ekonomi dan masyarakat luas. 
Berbagai penelitian maupun studi komprehensif soal dampak korupsi terhadap ekonomi dan juga masyarakat luas telah banyak dilakukan hingga saat ini.
Hasilnya, korupsi jelas menimbulkan dampak negatif. Di antara penyebab paling umum korupsi adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika profesional dan moralitas, serta kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan demografi. 
Korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi. Korupsi juga mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program bantuan keuangan. 
Tingginya tingkat korupsi pada masyarakat luas berdampak pada menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum, pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke infrastruktur hingga perawatan kesehatan. 
Secara ringkas, dampak masif korupsi dapat dirasakan dalam berbagai bidang antara lain : 
a.dampak ekonomi;
b.dampak sosial dan kemiskinan masyarakat;
c.dampak birokrasi pemerintahan;
d.dampak politik dan demokrasi;
e.dampak terhadap penegakan hokum;
f.dampak terhadap pertahanan dan keamanan;
g.dampak kerusakan lingkungan 

Teori Korupsi

Teori Korupsi dapat diringkas sebagai berikut :

1.Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey) 
Ada tiga penyebab mengapa orang korupsi yaitu adanya: 
a.tekanan (pressure), 
b.kesempatan (opportunity) dan 
c.rasionalisasi (rationalization). 

2. Teori GONE (Jack Bologne) 
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah:
a.keserakahan (greed), 
b.kesempatan (opportunity), 
c.kebutuhan (needs) dan 
d.pengungkapan (expose). 

3.Teori CDMA (Robert Klitgaard) 
Korupsi (corruption) terjadi karena faktor kekuasaan (directionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas (accountability). 

4.Teori Willingness and Opportunity 
Menurut teori ini korupsi bisa terjadi apabila ada kesempatan akibat kelemahan sistem atau kurangnya pengawasan dan keinginan yang didorong karena kebutuhan atau keserakahan.

5.Teori Cost Benefit Model 
Teori ini menyatakan, bahwa korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat atau dirasakan lebih besar dari biaya atau risikonya. 

kamu memiliki faktor risiko itu tidak ?? jangan lupa berdoa

Sabtu, 18 April 2020

Apa itu Encryption ?

Pengendalian Enkripsi merupakan proses pengkonversian suatu pesan plaintext ke dalam bentuk teks yang dikodekan untuk pengamanannya yang disebut Cyphertext. Enkripsi secara umum digunakan untuk:
  1. Memproteksi data dalam perjalanan melalui jaringan dari intersepsi dan manipulasi yang tidak terotorisasi
  2. Memproteksi informasi yang disimpan dalam komputer terhadap pembacaan dan manipulasi tanpa otorisasi
  3. Mengurangi dan mendeteksi perubahan data secara sengaja maupun tidak sengaja
  4. Memverifikasi otentifikasi transaksi atau dokumen

Keamanan Fisik Komputer

Keamanan fisik komputer adalah metodologi untuk melindungi sistem komputer, peripheral atau peralatannya serta semua aset yang membentuk sistem tersebut. Terdapat tiga komponen utama dalam suatu keamanan fisik:
1.Menepatkan hambatan pada jalan masuk penyerangan yang diperkirakan potensial dan atau situs dapat kita kunci amankan terhadap kecelakaan dan bencana lingkungan
2.Pemasangan suatu pengawasan/pemantauan dan sistem pemberitahuan dini, seperti pencahayaan, sensor panas, detektor asap dsb
3.Beberapa metode untuk menangkap peristiwa serangan dan juga untuk memulihkan kerusakannya dengan cepat atas kecelakaan, kebakaran atau bencana alam.

Sepuluh macam Upaya Keamanan Fisik yang Harus Dilakukan Setiap Organisasi:
1.Mengunci ruang server
2.Mengatur cara pengawasan/surveillance
3.Pastikan perangkat yang paling rentan ditempatkan di ruangan terkunci
4.Gunakan rack mount server
5.Jangan lupakan workstation
6.Jauhkan penyusup dari membuka casing
7.Lindungi perangkat portabel 
8.Kemas dan simpan backup dengan baik
9.Nonaktifkan drive
10.Lindungi printer anda

Membangun Keamanan Fisik Pada Data Center Dengan 19 Cara :
1.Membangun data center ditempat yang tepat
2.Memiliki utilitas cadangan
3.Memberi perhatian pada dinding
4.Tiadakan jendela
5.Gunakan lansekap sebagai bagian dari perlindungan
6.Adakan Zona Penyangga sekitar 100 kaki di sekeliling lokasi
7.Gunakan palang hambatan tahan benturan yang dapat ditarik dan dilepas pada pintu masuk kendaraan
8.Rencanakan untuk bisa mendeteksi adanya bom
9.Usahakan lebih sedikit jumlah pintu masuk
10.Membuat pintu kebakaran hanya bisa digunakan untuk jalan keluar
11.Gunakan sebanyak mungkin kamera
12.Melindungi bagian bangunan yang ditempati mesin-mesin
13.Rencanakan sistem penanganan udara yang aman
14.Pastikan tidak ada yang bisa bersembunyi didalam dinding dan langit-langit
15.Gunakan dua cara otentifikasi
16.Perkuat bagian utama data center dengan keamanan yang berlapis
17.Pantaulah juga pintu keluar
18.Larangan membawa makanan ke ruang komputer
19.Sediakan kamar kecil untuk para tamu

Eksposur lingkungan pada dasarnya merupakan akibat terjadinya suatu kejadian, bagaimanapun dengan pengendalian yang tepat eksposur pada elemen ini dapat dikurangi. Eksposur yang biasanya terjadi adalah kebakaran, bencana alam, kegagalan listrik, kejutan aliran listrik, kegagalan peralatan dsb. Pengendalian yang dapat digunakan untuk eksposur lingkungan adalah :
1.Pendeteksi air
2.Pemadam kebakaran yang dapat digenggam
3.Alarm kebakaran manual
4.Pendeteksi asap
5.Sistem pengendali kebakaran
6.Inspeksi teratur oleh departemen pemadam kebakaran
7.Pelindung arus listrik
8.Dinding, lantai dan langit-langit tahan api dalam ruang komputer
9.Emergency switch power off
10.Listrik dari dua gardu berbeda

Komunikas Penugasan (Pelaporan) dan Monitoring Tindakan Perbaikan

Komunikas Penugasan (Pelaporan) dan Monitoring Tindakan Perbaikan dikembangkan dengan mengacu pada rinsip-prinsip pelaporan yag terdapat dalam Standar Audit Internal. Modul ini menjelaskan tujuan dari komunikasi, komunikasi awal dan komunikasi interim. Tujuan utama dari komunikasi bahwa auditor harus dapat memberikan informasi, memberi persuasi dan menghasilkan tindakan yang berasal dari auditi. Terdapat jenis komunikasi yang dilakukan pada awal sebelum dilakukan exit meeting yang berguna untuk menyampaikan potret sementara dari hasil pemeriksaan di lapangan, dan jika terdapat kondisi tertentu (kondisi yang memerlukan tindakan segera, temuan yang cenderung tidak sehat dans sebagai progress report penugasan), maka akan dilakukan komunikasi interim kepada auditi.

Format dan isi komunikasi awal telah diatur dalam standar audit internal, dimana elemen yang disusun dalam menyusun laporan audit adalah tujuan dan ruang lingkup, latar blakang, prosedur umum yang dilaksanakan, rekomendasi, komentar auditi dan kesimpulan secara umum.

Kualitas dari suatu komunikasi memiliki standar yang digunakan, yaitu bahwa komunikasi harus bersifat jelas, objektif, konstruktif, lengkap, akurat, ringkas dan tepat waktu.

Tujuan akhir dari penugasan adalah bahwa rekomendasi yang diberikan dapat ditindaklanjuti oleh auditi dan memberikan solusi bagi permasalahan dengan menghilangkan unsur penyebab masalah tersebut. Rekomendasi yang diberikan harus bersifat mudah dipahami, spesifik, mudah dijalankan, berdasarkan logika berpikir yang baik dan menggunakan susunan kalimat yang baik (konstruktif).

Jenis-jenis Penugasan Audit Internal

Fungsi atau aktifitas internal audit mengalami berbagai perubahan fokus dalam menjalankan perannya dalam organisasi. Mulai dari peran yang paling klasik untuk menemukan kecurangan, menemukan kesalahan, kemudian menemukan kelemahan engendalian, menguji efektivitas sistem kegiatan sampai dengan memberikan asurans kepada para pimpinan organisasi atau perusahaan.
Unsur-unsur kunci dalam penugasan adalah
-Membantu organisasi dalam pencapaian tujuannya;
-Melakukan evaluasi dan perbaikan efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola organisasi;
-Aktivitas jasa asurans dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan memperbaiki operasi;
-Independensi dan objektivitas, dan;
-Sebuah pendekatan yang sistematis dan teratur/disiplin (dalam hal proses penugasan).
Jenis-jenis penugasan adalah sebagai berikut:
a.Jasa Asurans
Suatu eksaminasi obyektif atas bukti-bukti dengan tujuan untuk menyediakan penilaian bagi organisasi mengenai tata kelola (governance) manajemen risiko dan proses pengendalian internal. Contoh: penugasan atas audit laporan keuangan, ketaatan, keamanan sistem dan due diligence operasi atau organisasi.
b.Jasa Konsultasi
Advisory dan aktifitas jasa terkait yang sifat dan ruang lingkupnya disepakati bersama dengan klien, yang ditujukan untuk menambah nilai organisasi dan memperbaiki tata kelola, manajemen risiko dan pengendaliannya. Dalam penugasan ini, auditor internal tidak mengambil alih tanggung jawab manajemen. Contoh: pemberian bimbingan, advis, fasilitasi dan pelatihan-pelatihan.




Dampak COVID-19 Pada Pelaporan Keuangan

Virus Corona atau yang dikenal dengan COVID-19 berdampak besar bagi bisnis. Banyak negara yang telah membatasi operasional perusahaan untuk menghentikan penyebaran virus ini. Langkah-langkah penanganan itu sedikit banyak mengganggu aktivitas perusahaan, seperti dalam hal supply chain management, collectability, employee performance, dll. Akuntansi harus mampu memotret kondisi ini dalam laporan keuangan serta memberikan estimasi terbaik dampak yang mungkin ditimbulkan bagi entitas, termasuk didalamnya eksposur risiko dan pengungkapan material yang diperlukan.
Pertimbangan akuntansi
Beberapa permasalahan pelaporan keuangan akibat COVID-19 yang dijabarkan dalam tulisan ini harus diungkapan secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan yang berguna bagi investor, pemberi pinjaman, dan kreditor dan pengambil keputusan potensial lainnya.
Berikut adalah hal-hal yang mungkin perlu dipertimbangkan bagi entitas akibat pandemi COVID-19 ini, namun tidak terbatas pada:
  • Materialitas dan ketidakpastian
  • Kelangsungan usaha
  • Penurunan nilai aset
  • Penilaian persediaan
  • Perkiraan kerugian kredit
  • Pengukuran nilai wajar
  • Kontrak yang sulit dipenuhi
  • Rencana restrukturisasi
  • Pelanggaran perjanjian pinjaman
  • Manajemen risiko likuiditas
  • Penggantian dari asuransi dan hibah pemerintah
  • Peristiwa setelah periode pelaporan
  • Lindung nilai
  • Imbalan pemutusan kerja
  • Kompensasi berbasis saham
  • Kontinjensi dalam kombinasi bisnis
  • Modifikasi kontrak
  • Pemulihan aset pajak tangguhan
Materialitas dan ketidakpastian
PSAK 1 – Penyajian laporan keuangan – mensyaratkan pengungkapan informasi tentang asumsi tentang masa depan, dan sumber utama ketidakpastian estimasi lainnya pada akhir periode pelaporan, yang memiliki risiko signifikan menghasilkan penyesuaian material terhadap jumlah tercatat aset dan liabilitas, seperti aset tidak lancar yang mengalami penurunan nilai. Pengungkapan tersebut diharuskan untuk disajikan dengan cara yang membantu pengguna laporan keuangan agar memahami penilaian yang dibuat manajemen tentang masa depan dan tentang sumber utama ketidakpastian estimasi lainnya.
Ketika tidak praktis untuk mengungkapkan sejauh mana dampak yang mungkin terjadi dari suatu asumsi atau sumber ketidakpastian estimasi lainnya pada akhir periode pelaporan, entitas mengungkapkan bahwa hal itu sangat mungkin, berdasarkan pengetahuan yang ada, yang dihasilkan dalam tahun keuangan berikutnya ternyata berbeda dari asumsi yang digunakan dapat berdampak pada penyesuaian material terhadap jumlah tercatat aset atau liabilitas yang terpengaruh.
Pembahasan selanjutnya akan relevan jika dampak pandemi COVID-19 ini material bagi entitas.
Kelangsungan usaha
Laporan keuangan disusun berdasarkan asumsi going concern (kelangsungan usaha), yaitu entitas akan terus beroperasi untuk masa waktu yang tidak ditentukan, kecuali jika manajemen bermaksud untuk melikuidasi entitas atau menghentikan operasional, atau tidak memiliki alternatif yang realistis selain melakukannya. Diperlukan pertimbangan apakah prinsip kelangsungan usaha sudah tepat memperhitungkan peristiwa setelah akhir periode pelaporan. Sebagai contoh, untuk 31 Desember 2019 perusahaan pelapor yang sangat dipengaruhi oleh COVID-19, meskipun dampak signifikan pada operasi terjadi setelah akhir tahun, perlu bagi manajemen untuk mempertimbangkan kesesuaian penyusunan laporan keuangan berdasarkan kelangsungan usaha. Ketika manajemen menyadari ketidakpastian material yang menimbulkan keraguan signifikan pada kemampuan entitas untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya, entitas harus mengungkapkan ketidakpastian material tersebut dalam laporan keuangan.
Penurunan nilai aset
Entitas perlu menilai apakah dampak COVID-19 telah menyebabkan penurunan nilai aset. Kinerja keuangan entias, termasuk perkiraan arus kas dan pendapatan masa depan, dapat dipengaruhi secara signifikan oleh dampak langsung atau tidak langsung dari peristiwa terkini dan yang sedang berlangsung. PSAK 48 – Penurunan nilai aset – mensyaratkan entitas untuk melakukan pengujian penurunan nilai (mengestimasi jumlah terpulihkan dari unit penghasil kas yang terdampak) pada setiap akhir periode pelaporan ketika terdapat indikasi bahwa unit penghasil kas mungkin mengalami penurunan nilai.
Indikator penurunan nilai termasuk (tetapi tidak terbatas pada) perubahan signifikan yang telah terjadi selama periode tersebut, atau akan terjadi dalam waktu dekat di:
  • Pasar atau lingkungan ekonomi tempat entitas beroperasi; dan
  • Sejauh mana, atau cara di mana, suatu aset digunakan atau diperkirakan akan digunakan (misalnya, aset menjadi menganggur, berencana untuk menghentikan atau merestrukturisasi operasi di mana aset berada, berencana untuk membuang suatu aset sebelum tanggal yang telah ditetapkan sebelumnya)
Dalam kasus COVID-19 ini, entitas tertentu mungkin perlu melakukan penilaian penurunan nilai aset (di samping persyaratan untuk melakukan pengujian penurunan nilai setidaknya setiap tahun dari goodwill dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat yang tidak terbatas).
Penilaian persediaan
Persediaan diukur pada nilai terendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi bersih (NRV). Dalam lingkungan ekonomi yang sulit, perhitungan NRV memiliki tantangan tersendiri dan diperlukan pengawasan tambahan pada tanggal pelaporan.
Jika tingkat produksi suatu entitas rendah secara abnormal (misalnya, sebagai akibat dari penghentian sementara produksi), mungkin perlu meninjau kembali penetapan biaya persediaan untuk memastikan bahwa biaya tetap yang tidak teralokasi diakui dalam laporan laba rugi pada periode tersebut.
Perkiraan kerugian kredit
COVID-19 dapat memengaruhi kemampuan peminjam, baik perusahaan atau individu, untuk memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan perjanjian pinjaman. Peminjam perorangan dan perusahaan mungkin memiliki paparan khusus terhadap dampak ekonomi secara geografi dan industri. Secara lebih luas, penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kemungkinan gagal bayar di banyak peminjam, demikian juga kerugian karena tingkat kegagalan dapat meningkat karena penurunan nilai agunan akibat turunnya nilai aset.
Dalam menerapkan PSAK 71 – Instrumen Keuangan, entitas harus mengukur expected credit loss (ECL) dengan cara yang mencerminkan:
  • Jumlah yang tidak bias dan probabilitas tertimbang yang ditentukan dengan mengevaluasi berbagai hasil yang mungkin;
  • Nilai waktu dari uang; dan
  • Informasi pendukung dan masuk akal yang tersedia tanpa biaya atau usaha yang tidak semestinya pada tanggal pelaporan tentang peristiwa masa lalu, kondisi saat ini, dan perkiraan kondisi ekonomi masa depan.
ECL berlaku untuk piutang dagang, pinjaman, sekuritas utang, serta kerugian yang diakui dalam mengukur komitmen pinjaman dan kontrak jaminan keuangan.
Jumlah dan waktu ECL serta probabilitas yang diberikan harus berdasarkan pada informasi pendukung dan masuk akal yang tersedia tanpa biaya dan upaya yang tidak semestinya pada akhir periode pelaporan. Dalam beberapa kasus, hal ini mungkin memerlukan pertimbangan khusus.
Pengukuran nilai wajar
Pengukuran nilai wajar harus mencerminkan pandangan peserta pasar dan data pasar pada tanggal pengukuran pada kondisi saat ini. Entitas perlu memberikan perhatian khusus pada pengukuran nilai wajar berdasarkan input yang tidak dapat diobservasi (pengukuran level 3) dan memastikan bahwa input yang tidak dapat diobservasi tersebut mencerminkan bagaimana peserta pasar akan mencerminkan dampak COVID-19, dalam hal ini adalah ekspektasi arus kas masa depan terkait dengan aset atau liabilitas pada tanggal pelaporan. Mengingat bahwa dampak virus terus berkembang, pertimbangan yang cermat perlu diterapkan untuk menentukan apakah penilaian yang sesuai diterapkan secara konsisten.
Kontrak yang sulit dipenuhi
Kontrak yang sulit dipenuhi (onerous contracts provisions) muncul ketika biaya yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kewajiban berdasarkan kontrak melebihi manfaat yang diharapkan akan diterima. Contoh-contoh ketentuan kontrak yang sulit dipenuhi seperti:
  • Kontrak pendapatan yang berisi denda atas keterlambatan atau tidak terkirim.
  • Meningkatnya biaya untuk memenuhi kontrak pelanggan karena penggantian staf yang terinfeksi, dikarantina atau dilarang bepergian, atau harus membeli bahan baku alternatif dengan harga lebih tinggi.
  • Kontrak untuk pemberian layanan di sektor pendidikan atau pariwisata yang mewajibkan entitas untuk memberikan layanan kepada kelompok yang lebih kecil daripada yang layak secara ekonomi.
Rencana restrukturisasi
Dalam lingkungan ekonomi yang tidak pasti, suatu entitas mungkin mengalami penurunan arus kas masuk. Oleh karena itu perlu mencari pembiayaan tambahan, merevisi syarat pembayaran dan suku bunga dari perjanjian utang yang ada, atau meminta keringanan jika mereka tidak lagi memenuhi perjanjian utang. Revisi tersebut dapat berdampak pada klasifikasi dan pengukuran liabilitas keuangan yang disajikan pada neraca.
Pelanggaran perjanjian pinjaman
Kondisi perdagangan yang tidak stabil dan kekurangan arus kas di daerah yang terkena dampak virus ini dapat meningkatkan risiko entitas melanggar perjanjian pinjaman. Entitas harus mempertimbangkan bagaimana pelanggaran ini akan memengaruhi waktu pembayaran kembali pinjaman tersebut (misalnya harus dibayar kembali berdasarkan permintaan) dan bagaimana hal itu memengaruhi klasifikasi liabilitas pada tanggal pelaporan (lancar atau tidak lancar).
Jika pelanggaran terjadi pada atau sebelum akhir periode pelaporan dan pelanggaran tersebut memberikan kreditur hak untuk meminta pembayaran dalam waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan, maka kewajiban tersebut harus diklasifikasikan sebagai lancar dalam laporan keuangan. Sebaliknya jika pelanggaran perjanjian pinjaman terjadi setelah tanggal pelaporan maka harus diungkapkan dalam laporan keuangan jika informasi tersebut material. Pelanggaran setelah tanggal pelaporan juga dapat berdampak pada kelangsungan usaha entias tersebut.
Manajemen risiko likuiditas
Gangguan dalam produksi dan penurunan penjualan dapat berdampak pada modal kerja entitas. Entitas dapat mencari cara untuk mengelola risiko ini, salah satunya dengan menggunakan sumber pendanaan alternatif, seperti penundaan pembayaran kepada pemasok dan perjanjian dengan lembaga keuangan atau anjak piutang yang memungkinkan entitas untuk menarik pembiayaan. Entitas mungkin juga mendapatkan penyelesaian lebih awal dari piutang dagang mereka melalui lembaga keuangan yang membeli piutang dengan diskon ke sejumlah faktur.
Entitas harus mempertimbangkan bagaimana penggunaan teknik modal kerja seperti ini tercermin dalam catatan atas laporan keuangan khususnya dalam mengungkapkan manajemen risiko likuiditasnya seperti yang dipersyaratkan oleh PSAK 60 – Instrumen keuangan: pengungkapan. Entitas juga harus mempertimbangkan persyaratan pengungkapan khusus atas transfer aset keuangan seperti yang dipersyaratkan oleh PSAK 60 dalam kasus di mana aset keuangan dijual untuk mendanai kebutuhan modal kerja, kebijakan akuntansi dan pertimbangan yang digunakan dalam menyajikan laporan posisi keuangan dan laporan arus kas atas jumlah yang jatuh tempo dan jumlah yang telah dibayarkan apabila lembaga keuangan dan anjak piutang digunakan.
Penggantian dari asuransi dan hibah pemerintah
Entitas yang memiliki asuransi gangguan bisnis (business interruption) mungkin berhak atas sejumlah tertentu klaim asuransi untuk menutupi sebagian atau seluruh kerugian. Selain itu, mungkin ada hibah/insentif pemerintah yang tersedia untuk membantu pemulihan bisnis. Dalam banyak kasus, menentukan apakah suatu entitas benar-benar dilindungi atau memenuhi syarat akan memerlukan analisis terperinci tentang kebijakan dan kriteria pemberian. Diperlukan interpretasi teknis yang cermat dari kriteria kebijakan/hibah dan standar akuntansi diperlukan untuk menentukan presentasi dan pengungkapan yang sesuai.
Peristiwa setelah periode pelaporan
Setelah periode pelaporan tetapi sebelum penerbitan laporan keuangan, entitas harus dengan hati-hati mengevaluasi informasi yang tersedia. Jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan harus disesuaikan untuk mencerminkan peristiwa yang memberikan bukti kondisi yang ada pada akhir periode pelaporan. Jika peristiwa yang tidak dapat disesuaikan (hal-hal yang mengindikasikan kondisi yang muncul setelah periode pelaporan) adalah material, suatu entitas harus mengungkapkan sifat kejadian dan perkiraan dampak keuangannya, atau pernyataan bahwa estimasi tidak dapat dibuat.
Sehubungan dengan periode pelaporan yang berakhir pada atau sebelum 31 Desember 2019, perlu untuk mempertimbangkan bahwa efek pada suatu entitas adalah hasil dari peristiwa yang muncul setelah tanggal pelaporan (misalnya, keputusan yang dibuat dalam menanggapi wabah COVID-19) yang mungkin memerlukan pengungkapan dalam laporan keuangan tetapi tidak akan mempengaruhi jumlah yang diakui. Untuk periode pelaporan berikutnya, COVID-19 dapat memengaruhi pengakuan dan pengukuran aset dan liabilitas dalam laporan keuangan.
Lindung nilai
Akibat virus ini beberapa entitas mengalami kerugian karena tidak segera mengevaluasi kebijakan lindung nilainya. Jika dampak tersebut adalah material maka entitas harus mengungkapkan persyaratan akuntansi lindung nilai terkait derivatif dimana transaksi yang diharapkan tidak lagi sangat mungkin atau diperkirakan tidak akan terjadi.
Imbalan pemutusan kerja
Jika akibat virus ini dirasa berdampak besar bagi operasioanal entitas, misalnya terjadi penutupan atau reorganisasi operasi, maka entitas harus mengakui kewajiban manfaat pemutusan hubungan kerja yang dihasilkan dari pemutusan hubungan kerja tersebut.
Pembayaran berbasis saham
Hal yang paling krusial dalam perjanjian pembayaran berbasis saham adalah target kinerja (vesting). Dalam hal terjadi kontraksi kinerja akibat penyebaran virus ini maka entitas perlu menelaah persyaratan kinerja tersebut, termasuk akuntansi yang relevan untuk melakukan modifikasi atau penyelesaian perjanjian tersebut.
Kontinjensi dalam kombinasi bisnis
Dalam kombinasi bisnis adakalanya pihak yang melakukan perikatan melakukan sejumlah persyaratan agar bisnis yang diserahterimakan tetap berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa persyaratan itu dilakuakan demi menjaga kelangsungan hidup antara lain perjanjian potongan harga dengan pelanggan atau pemasok, pertimbangan variable dan akrual komisi. Dalam kasus ini maka entitas perlu untuk melakukan kajian apakah perjanjian kontijen itu dapat terpenuhi, dan apa dampak akuntansi jika ternyata tidak dapat dipenuhi.
Modifikasi kontrak
Selain dari kontrak-kontrak yang telah dijelaskan di atas, entitas perlu mengantisipasi sedini mungkin agar wabah ini tidak semakin berdampak besar bagi bisnis entitas, yaitu dengan mengkaji seluruh kontrak yang ada. Jika modifikasi atas kontrak dilakukan misalnya pengurangan atau penangguhan pembayaran sewa yang diberikan oleh lessor ke lessee, maka entitas perlu mengukur, menyajikan dan mengungkapkan dampaknya pada laporan keuangan.
Pemulihan aset pajak tangguhan
Ketika prospek ekonomi memburuk dan pendapatan perusahaan menurun, pemulihan aset pajak tangguhan yang diakui harus diverifikasi dengan cermat.
Pertimbangan lanjutan
Dampak COVID-19 pada ekonomi global dan pasar keuangan diperkirakan akan terus berkembang. Entitas harus mengevaluasi masalah akuntansi terkait dan pertimbangan pengungkapan yang dibahas di atas ketika fakta dan keadaan berubah.

Oleh: Harry Andrian Simbolon, SE, MAk, QIA, Ak, CA, CPA, CMA, CIBA

Fokus Oversight Komite Audit Terhadap Implementasi GCG

Informasi penting bagi komite audit yang terkait dengan penerapan GCG :
1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan
2. Pemegang saham pengendali
3. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi
4. Transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan
5. Hasil penilaian penerapan GCG yang dilaporkan dalam RUPS
6. Kejadian luar biasa yang telah dialami perusahaan dan dapat berpengaruh pada kinerja perusahaan
7. Dapat dijadikan pertimbangan, untuk memonitor efektivitas pengendalian dan manajemen risiko
8. Hasil pemeriksaan internal audit dan eksternal audit

Jumat, 17 April 2020

Apa itu Komite Audit ?

Definisi Komite Audit
  1. Adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris
  2. Harus bekerja secara profesional dan independen
  3. bertugas membantu dan memperkuat fungsi Dewan Komisaris
  4. Fungsi pengeawasan (oversight) yaitu : pengawasan atas Laporan Keuangan, Manajemen Risiko, pelaksanaan audit, dan implementasi Good Governance
Latar belakang perlunya Komite Audit
Intinya, komite audit diperlukan untuk memperkuat fungsi Dewan Komisaris dan reaksi atas kegagalan penerapan Good Governance di beberapa perusahaan dunia termasuk di Indonesia. Komite audit perlu untuk meminimalkan beberapa masalah sebagai berikut :
  1. Benturan kepentingan
  2. Intervensi pemegang saham pengendali
  3. Fungsi Dewan Komisaris yang tidak efektif
  4. Tidak memperhatikan kepentingan stakeholders
  5. Pengendalian internal yang lemah
  6. Fungsi internal audit yang kurang memadai
  7. Mengatasi keraguan atas independensi auditor eksternal
Dasar hukum keberadaan komite audit
latar belakang mengenai keberadaan komite audit didasarkan atas beberapa peraturan sebagai berikut:
  1. UU no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
  2. UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN
  3. PP no 45 tahun 2005 tentang BUMN
  4. POJK no 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris emiten dan perusahaan publik
  5. POJK no 21/POJK.04/2015 tentang pedoman tata kelola perusahaan publik
  6. POJK no 55/POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit
  7. POJK no 73/POJK.05/2016 tentang GCG bagi perusahaan perasuransian
  8. POJK no 55/POJK.03/2016 tentang GCG Bank Umum

Rabu, 15 April 2020

Siklus Internal Audit

Secara umum, siklus internal audit dapat dirangkum sebagai berikut :
1.Merencanakan Audit Tahunan
2.Merencanakan Penugasan
3.Melaksanakan Penugasan
4.Mengkomunikasikan Hasil Penugasan
5.Memantau Pelaksanaan Tindakan Koreksi

Merencanakan Audit Tahunan
Siklus perencanaan :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan audit tahunan :
  1. Memperhatikan tujuan dan strategi organisasi (Alignment)
  2. Mengidentifikasi dan menilai risiko atas audit universe
  3. Menentukan audit unit berdasarkan indikator risiko yang ditetapkan (misalnya : Jumlah dana yang dikelola, dampak, dan kondisi pengendalian internal, catatan audit eksternal, audit tahun sebelumnya, dan ketentuan lain dalam aktivitas pengawasan), termasuk penentuan prioritas auditnya
  4. Pengelolaan Sumber Daya (tenaga, waktu, biaya) secara optimal
  5. Pembuatan jadwal dan urutan jadwal audit
  6. Persetujuan dan komunikasi rencana audit tahunan
  7. Mempertimbangkan masukan dari Manajemen Senior dan Direksi
Merencanakan Penugasan
Siklus perencanaan penugasan :


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan penugasan:
1.Tujuan penugasan memperhatikan penilaian risiko yang dapat dilakukan melalui survey pendahuluan untuk :
a)Memahami kegiatan auditi, risiko dan pengendalian
b)Mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian 
c)Mendapatkan komentar dan saran dari auditi
d)Memahami kebijakan dan prosedur yang berlaku
2.Perhatikan hasil audit lainnya da isu-isu tata kelola
3.Menyusun ruang lingkup penugasan
4.Menentukan sumber daya penugasan secara tepat, cukup, dan efektif (alokasi jumlah dan susunan tim, waktu dan biaya) 
5.Menyusun dan menentukan program audit
a)Merencanakan langkah audit yang tepat dan memadai untuk menentukan apakah kondisi yang diduga terjadi, benar2 terjadi atau sebaliknya
b)Identifikasi dan tentukan metodologi pengujian yang tepat
c)Komunikasi dan persetujuan program penugasan

Perencanaan penugasan audit merupakan kunci sukses untuk penyelesaian setiap pekerjaan audit yang dilaksanakan. Dikutip dari IPPF bahwa :
“Internal auditors must develop and document a plan for each engagement, including the engagement’s objectives, scope, timing, and resources alocations” (IPPF:2200).

Dalam menyusun perencanaan penugasan yang efektif dan efisien, auditor internal harus mempertimbangkan berbagai hal yaitu :
1.Sasaran dari kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut  dalam mengendalikan kegiatan atau kinerjanya
2.Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumber daya yang dialokasikan, dan operasi yang direviu serta pengendalian internal yang diperlukan untuk meminimalkan risiko menuju tingkatan risk appetite
3.Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan system pengendalian intern yang ada
4.Peluang yang signifikan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko dan system pengendalian intern

Tahapan dalam penyusunan perencanaan penugasan:
1.Tentukan tujuan
2.Pahami auditee
3.Identifikasi dan assess risiko
4.Identifikasi kegiatan pengendalian yang utama
5.Evaluasi kecukupan dari pengendalian yang dirancang
6.Buatkan rencana pengujian
7.Kembangkan suatu program kerja audit
8.Alokasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk penugasan audit

Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan merupakan proses untuk memperoleh pemahaman umum mengenai auditi. Survey pendahuluan meliputi langkah-langkah analisis terhadap risiko mikro yang terkait dengan suatu auditable unit yang akan segera diaudit. Survey pendahuluan membantu auditor dalam:
1.Memahami penugasan audit
2.Memahami aspek penting yang berkaitan dengan unit kerja, program, fungsi, kegiatan, bagian, atau asset yang akan diaudit
3.Mengidentifikasi dan melakukan evaluasi awal system pengendalian internal
4.Mengidentifikasi aspek tertentu yang potensial bermasalah
5.Menysusun audit program yang rinci dan terfokus untuk pedoman pelaksanaan audit lapangan

Program Kerja
Program kerja penugasan audit operasional harus dibuat tertulis untuk berbagai aktivitas kegiatan yang telah dipilih untuk direviu dari penugasan audit yang akan dilaksanakan. Program kerja disusun berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap survei pendahuluan. Program kerja berisikan seperangkat prosedur analisis atau langkah-langkah pengumpulan dan pengujian bukti-bukti audit. Langkah-langkah ini bertujuan untuk:
1.Pengumpulan bukti
2.Penilaian kecukupan dan efektivitas pengendalian
3.Penilaian efisiensi, ekonomis, dan efektivitas daro kegiatan yang direviu

Kriteria pengembangan suatu program kerja:
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1.Program harus dibuat khusus atau spesifik sesuai dengan penugasan audit atas kegiatan atau aktivitas yang direviu
2.Setiap langkah kerja program harus menunjukkan alasan yang mendasari
3.Langkah kerja harus mengandung instruksi positif
4.Program kerja harus menunjukkan prioritas dalam langkah-langkah kerja
5.Program kerja harus cukup fleksibel dan memungkinkan penggunaan inisiatif dan judgement auditor untuk merevisi program kerja
6.Program kerja harus mendapatkan bukti persetujuan sebelum digunakan

Teknik Pengumpulan Informasi
Beberapa teknik pengumpulan informasi yang dapat digunakan oleh auditor adalah:
1.Reviu dokumen (on-desk audit)
2.Teknik kuesioner
3.Teknik wawancara audit (interview)
4.Observasi lapangan
5.Teknik inspeksi lapangan
6.Teknik verifikasi dokumen
7.Teknik analisis
8.Teknik investigasi
9.Teknik evaluasi

Control Self Assessment (CSA)
CSA adalah penilaian terhadap internal control suatu unit kerja yang dilakukan sendiri oleh manajemen dan staf pada unit kerja tersebut. CSA pada prinsipnya adalah interview sekelompok orang secara bersama-sama pada suatu sesi dengan fasilitator untuk mencari aspek yang kuat atau yang lemah dalam internal control dan untuk mengembangkan perbaikan atas kontrol-kontrol tersebut.

Melaksanakan Penugasan
Siklus Pelaksanaan penugasan :
IPPF 2300 - Pelaksanaan Penugasan
“Auditor Internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan”
IPPF 2310 – Pengidentifikasian Informasi
“Auditor Internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai,handal, relevan, dan berguna untuk mencapai tujuan penugasan”

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan
1.Mengumpulkan dan mengidentifikasi informasi :
a)Konfirmasi informasi awal kepada auditi
b)Pengumpulan informasi lainnya (inspeksi, pengamatan, wawancara, reviu dokumen, analisa data)
2.Analisa dan evaluasi informasi :
a)Gunakan teknik-teknik audit (inspeksi, tracing, vouching, counting, reperforming, dll)
b)Klarifikasi hasil hasil analisa dengan auditi
c)Buat kesimpulan sementara
3.Dokumentasi informasi :
a)Dokumentasi hasil audit berdasaran bukti-bukti yang relevan, akurat, objektif dan kompeten
b)Telah dilakukan supervise oleh ketua tim
c)Penyimpanan arsip dan retensi kertas kerja audit

Mengkomunikasikan Hasil Penugasan
Siklus komunikasi penugasan :

Hal-hal yang perlu dipertahikan
1.Menyusun draft laporan hasil audit :
a)Menganalisis temuan berdasarkan tingkat risikonya
b)Kompilasi temuan-temuan audit tersebut
c)Menyampaikan draft dan mendiskusikan dengan pimpinan audit internal
2.Mengkomunikasikan laporan hasil penugasan audit ke auditi :
a)Menyampaikan draft laporan hasil audit untuk memperoleh tanggapan
b)Mempelajari tanggapan dan didiskusikan dengan auditi
c)Mengkoreksi draft laporan hasil penugasan berdasarkan tanggapan dan diskusi dengan auditi
d)Menyampaikan kembali laporan yang telah dikoreksi untuk disetujui /ditanda-tangani bersama

Pemantauan Pelaksanaan Tindakan Koreksi
Siklus Pelaksanaan Tindakan Koreksi :

IPPF 2500 - Pemantauan Tindak Lanjut
“Kepala Audit Internal harus menetapkan dan memelihara sistem untuk memantau tindak lanjut atas hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen”

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi tindak lanjut
1.Evaluasi dan menganalisa tindakan koreksi :
a)Buat daftar pemantauan tindakan koreksi
b)Tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kelemahan dan kesesuain antara tindak lanjut dengan rekomendasi
c)Kesesuaian waktu
d)Rencana tindakan ke depan
e)Mengidentifikasi dan mengkomunikasikan hambatan-hambatan tidak terlaksananya kegiatan koreksi
2.Mengkomunikasikan hasil pemantauan tindakan koreksi :
Mengkomunikasikan hasil pemantauan dalam ringkasan eksekutif berdasarkan urgensinya ke manajemen senior dan komite audit

PPF 2600 - Komunikasi penerimaan risiko
Dalam hal Kepala Audit Internal menyimpulkan bahwa manajemen telah menanggung tingkat risiko yang mungkin tidak dapat diterima oleh organisasi, Kepala Audit Internal harus membahas masalah ini dengan manajemen senior.
Jika Kepala Audit Internal meyakini bahwa permasalahan tersebut belum terselesaikan, maka Kepala Audit Internal harus mengkomunikasikan hal tersebut kepada Dewan Pengawas