Rabu, 24 Juni 2020

Triple Bottom Line Accounting

Triple bottom line adalah Konsep pengukuran kinerja suatu usaha secara “holistik” dengan memperhatikan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan profit, ukuran kepedulian sosial, dan pelestarian lingkungan (People-Planet-Profit) (Elkington, 1998).
Implementasi atas triple bottom line adalah sebagai bentuk jawaban organisasi terhadap prinsip transparansi, akuntabiltas, dan tanggung jawab sosial organisasi terhadap lingkungan dan sesama. Sayangnya selama ini beberapa entitas kurang memperhatikan dan kurang dipublikasi secara memadai secara terstandar.

Triple bottom line accounting ini sekaligus menjawab Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup salah satu instrumen dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah instrumen ekonomi lingkungan hidup di samping instrumen command and control dan instrumen pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan undang-undang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan terbaru OJK Nomor 51/ POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik untuk mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup termasuk di dalamnya adalah kebijakan yang peduli kepada sosial dan lingkungan hidup di bidang perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank. Sehingga pelaporan keberlanjutan menjadi wajib bagi perusahaan di bidang perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank.

Konsep tripple bottom line (TBL) tidak semata mata fokus kepada target profit oriented (keuntungan semata). Konsep ini juga mengindikasikan prioritas utama perusahaan pada kepentingan stakeholder, ini menyangkut semua instrumen yang terlibat dalam perusahaan. Jika dibedah, People berimplikasi kepada aplikasi bisnis yang mendukung kepentingan tenaga kerja. Termasuk melindungi dari berbagai resiko dan kemungkinan yang menghilangkan hak pekerja, misalnya upah minimum, lingkungan kerja yang sehat, hak cuti dan lain lain, termasuk upaya upaya untuk mengembangkan dan mengup-grade kualitas SDM, baik bidang pendidikan maupun kesehatan tenaga kerja. Planet berarti memiliki tingginya awareness terhadap kondisi lingkungan, terutama yang berkaitan dengan dampak aktivitas berorganisasi.

Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan manajemen.

Triple bottom line berbicara bahwa pelaporan keuangan tidak hanya fokus pada indikator keuangan saja melainkan indikator non keuangan pun menjadi fokus penting. Hal ini karena indikator kesuksesan atau kinerja perusahaan bukan lagi sekedar kinerja keuangan saja. Para stakeholder, terutama investor (mungkin dalam hal ini pemerintah) akan menilai kinerja perusahaan dalam sosial dan lingkungannya juga. Perusahaan dengan kinerja sosial dan lingkungan yang buruk tentu akan mendapatkan penilaian yang buruk dari para stakeholder. Kondisi tersebut tentu memaksa akuntan untuk meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan. Selain itu manajemen juga perlu melaporkan kinerja perusahaan dalam sosial dan lingkungannya dalam laporan keuangan. Manajemen perlu mulai memperhatikan hal ini karena dewasa ini program CSR/OSR telah memiliki peranan yang strategis.

Tingkat Kematangan Proses Bisnis

Penjelasan terhadap Level Tingkat Kematangan Proses Bisnis sebagai berikut :
1. Level 1 (Initiate). Pada level ini, tingkat kematangan ini ditandai dengan adanya proses ad hoc atau kacau. Keberhasilan sering tergantung pada kompetensi atau kinerja karyawan dalam organisasi dan bukan pada implementasi proses yang sudah terbukti. Di level ini, output berupa produk dan pelayanan terlihat, tapi dalam implementasi prosesnya sering melebihi anggaran dan jadwal. Organisasi pada level ini tidak komit, tidak mengikuti proses, bahkan tidak bisa mengulangi keberhasilan sebelumnya.
2. Level 2 (Develop). Pada level ini, program-program yang ada akan direncanakan, dilakukan, diukur, dan terkontrol. Standard, process description, dan prosedur mungkin berbeda, namun manajemen proses bisnis membantu memastikan bahwa proses yang berjalan telah terkontrol, dan implementasinya sesuai dengan perencanaan yang terdokumentasi. Persyaratan proses, proses, produk dan pelayanan dikelola dan ditentukan dengan jelas. Proses ditinjau dan direvisi saat dibutuhkan, diperiksa dan dikontrol untuk memenuhi persyaratan, standar, dan tujuan. Umumnya, proses tidak terintegrasi dengan unit lain, dan jarang atau bahkan tidak ada dukungan manajemen
3. Level 3 (Standardize). Pada level ini, proses terdefinisi dengan jelas, dapat dimengerti, dan terdokumentasi melalui prosedur, tools dan metode. Standar, deskripsi proses, dan prosedur disusun berdasarkan keseluruhan proses di organisasi, dan mereka dijalankan secara konsisten di seluruh organisasi, dan variasi proses diperbolehkan jika sesuai dengan pedoman yang disusun. Proses dijelaskan lebih detail dan lebih ketat dikontrol dibandingkan pada kematangan tingkat 2. Proses juga dikelola dengan memunculkan keterkaitan antar proses dan pengukuran, produk dan pelayanan. Proses telah dapat diuji secara kualitatif, namun secara kuantitatif belum ada pengukurannya
4. Level 4 (Optimize). Pada level ini, sub-proses berkontribusi pada kinerja secara keseluruhan, dan dapat diuji secara statistik dan teknik kuantitatif lainnya. Pengukuran kinerja berdasarkan kualitas dan kinerja, dan digunakan sebagai kriteria untuk mengelola proses. Pengukuran didasarkan pada kebutuhan pelanggan, users, organisasi, dan pelaksana proses dalam mendukung proses pengambilan keputusan. Variasi proses diidentifikasi dan dikoreksi, serta kinerja terkontrol dan dapat diprediksi.
5. Level 5 (Innovate). Pada level ini, peningkatan proses dilakukan secara terus menurus berdasarkan pada pengukuran dari variasi proses. Fokusnya adalah dengan secara terus- menerus meningkatkan kinerja melalui perbaikan incremental dan teknologi inovatif. Target perbaikan proses kuantitatif didirikan, direvisi, dan digunakan untuk mengelola perbaikan proses. Perbaikan dievaluasi terhadap tujuan organisasi. Organisasi cepat dan tanggap terhadap perubahan dan peluang, dan terbuka untuk peningkatan pembelajaran dan pengetahuan. Perbaikan terus-menerus adalah peran semua pegawai.

Jumat, 19 Juni 2020

Definisi Governance, Risk and Compliance (GRC)

Governance, risk and compliance (GRC) adalah konsep yang telah diterima secara luas di sektor komersial. Meskipun GRC kurang diterima di sektor public, namun GRC tetap dapat memberikan banyak manfaat kepada pemangku kepentingan. Beberapa manfaat penerapan GRC diantaranya, dapat membantu manajemen untuk merampingkan proses bisnis, menghilangkan kegiatan yang tidak menambah nilai, dan memangkas biaya kepatuhan dengan mengurangi kontrol yang bersifat ganda. GRC juga dapat membantu mengendalikan kinerja dengan lebih baik sambil terus meningkatkan misi dan layanan, (Miller, 2010)
Governance (tata kelola) adalah suatu manajemen yang efektif dan etis dari organisasi di tingkat eksekutif dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan transparansi sesuai dengan proses dan kebijakan yang ditetapkan. Tata kelola berkaitan dengan strategi dan tujuan bisnis, kepemimpinan, komunikasi, dan transparansi dalam berorganisasi. Manajemen organisasi fokus menciptakan transparansi pengelolaan organisasi dan memastikan seluruh unit kerja dibawahnya melaksanakan proses dan kebijakan yang telah ditetapkan. Strategi tata kelola mengimplementasikan sistem untuk memantau dan mencatat aktivitas secara akurat, memastikan kepatuhan dengan kebijakan yang telah disepakati dan memberikan tindakan koreksi atas temuan kesalahan.
Risk (Risiko) memiliki beberapa defisini. Salah satu definisi risiko adalah kemungkinan peristiwa yang memengaruhi kemampuan organisasi untuk mewujudkan misi, sasaran, dan kinerja programnya. Pengertian lain terkait risiko adalah masalah  yang dapat dihindari atau dikurangi, Masalah tersebut masih bersifat potensi dan harus diperbaiki sekarang (Miller, 2010). Sedangkan Hanafi (2006) mendefinisikan Risiko sebagai bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.
Compliance (Kepatuhan) adalah hasil dari pemenuhan persyaratan semua hukum, undang-undang, kebijakan yang berlaku, prosedur, dan pedoman dalam menjalankan aktivitas operasional. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.
Garus besar atas maksud penerapan GRC adalah untuk meningkatkan kemampuan manajemen organisasi dan membantu secara efektif memposisikan organisasi dalam menghadapi tantangan saat ini dan masa depan. Penerapan program GRC juga membantu Organisasi yang menggunakan GRC akan memiliki kontrol terintegrasi, tanpa control yang terduplikasi. Asesmen GRC akan melihat manajemen risiko dari sudut pandang seluruh organisasi. Manajemen akan memiliki kemampuan untuk memahami dampak dari risiko yang dihadapi organisasi, dan tahu bagaimana mengurangi atau beradaptasi dengan risiko-risiko tersebut.
Governance, Risk, Compliance (GRC) terintegrasi adalah salah satu pendekatan bisnis yang mengintegrasikan tiga aspek kapabilitas tersebut pada organisasi. Open Compliance & Ethics Group (OCEG) mendefinisikan GRC sebagai “The integrated collection of capabilites that enable an organization to realibly achieve objectives, address uncertainity and act with integrity.” GRC adalah kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan secara objektif, mengatasi ketidakpastian, dan bertindak dengan integritas.
GRC mengintegrasikan apa yang dilakukan pada governance, risk dan compliance dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga tidak berjalan dengan parameter masing-masing, dengan harapan organisasi akan bekerja secara harmonis dan tidak ada lagi antar bagian yang berbeda dalam organisasi bekerja secara silo. Walaupun ketiganya memiliki peran yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu pencapaian tujuan organisasi.
Secara umum ketiga aspek GRC mengatur hal-hal berikut ini dalam konteks pencapaian tujuan organisasi, antara lain:
1.Governance
Mengatur penetapan sasaran dan tujuan organisasi, dan strategi cara untuk pencapaian sasaran dan tujuan tersebut, serta cara pemantauan kinerja.
2.Risk Management
Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko organisasi dalam pencapaian target kinerja.
3.Compliance
Memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, kebijakan dan prosedur internal, dan komitmen kepada pemangku kepentingan. 

Kejahatan Akuntansi terkait Rekayasa Penerimaan

Pola kejahatan akuntansi terkait rekayasa penerimaan dilakukan dengan cara:
1. Pola pergeseran waktu pengakuan penerimaan (time scheme)
Pola pergeseran waktu pengakuan penerimaan yang seharusnya merupakan penerimaan pada periode akuntansi yang bersangkutan tetapi digeser pada periode akuntansi berikutnya, atau sebaliknya. Yang paling banyak terjadi adalah penerimaan atau revenues diakui terlalu awal atau pengakuan penerimaan prematur dalam laporan keuangan. Kesalahan ini dilakukan dengan melakukan pergeseran waktu pengakuan penerimaan atau pendapatan perusahaan dari satu periode akuntansi tertentu ke periode lainnya.
2. Pola fiktif atau meninggikan penerimaan
Pola kejahatan dengan mencatat penerimaan yang fiktif atau meninggikan penerimaan atau melibatkan kedua-duanya, merekayasa tambahan penerimaan untuk meninggikan laba perusahaan, atau menurunkan kerugian, atau secara sederhana memunculkan pengaruh yang lebih besar. Penerimaan fiktif merupakan suatu jumlah yang diakui sebagai penerimaan tetapi tidak memiliki dasar untuk diakui sebagai penerimaan (tidak ada bukti akuntansi yang sesuai disyaratkan dalam standar akuntansi).
3. Pola kekeliruan pengelompokkan (misclassification scheme)
Pola kesalahan pengelompokkan penerimaan tidak mempengaruhi bottom line dari pelaporan keuangan, yaitu tidak berpengaruh terhadap laba perusahaan. Namun, kekeliruan pengelompokan tersebut bisa menimbulkan kesalahan penyajian laporan keuangan karena pengelompokan transaksi yg tidak tepat, yg beakibat transaksi yang terjadi masuk dalam kelompok yg keliru dlm laporan keuangan

FINANCIAL STATEMENT FRAUD

Definisi umum :
Kejahatan dilakukan memanipulasi pelaporan keuangan dgn sengaja sehingga merugikan pengguna laporan keuangan (utamanya para investor) karena mendapatkan informasi yang keliru sehingga memberikan kesan yg keliru mengenai kesehatan suatu perusahaan.

Tindakan atau perbuatan kejahatan laporan keuangan ini dilakukan dgn pola-pola
kejahatan :
  1. Memanipulasi waktu (time manipulation). Mengakui penerimaan lebih awal (early recognition of revenues) dan menunda beban (postponement of exepenses). Mengakui pengakuan pendapatan lebih awal, memberi kesan perusahaan dlm keadaan sehat, target penerimaaan dicapai sehingga manajemen dinilai berhasil dgn tujuan mendapatkan bonus padahal kondisi bisnis sedang sulit. Menggeser atau melakukan penundaaan pengakuan beban atau tidak mengakui beban pada tahun berjalan, ini juga akan menghasilkan gambaran laporan keuangan yg menyesatkan dengan tujuan agar target laba tetap tercapai, merugikan pengguna laporan keuangan/pengambil keputusan.
  2. Melakukan penipuan atau kesalahan pencatatan dgn sengaja/pemalsuan dokumen/transaksi fiktif.
  3. Tidak memberikan pengungkapan informasi penting secara layak dlm lapkeu (misalnya menyembunyikan kasus2 hukum yg dihadapi perusahaan, sehingga perusahaan tidak membentuk contingent liability)—mempengaruhi going concern perusahaan. 

Standar Jasa Terkait 4400 Perikatan Untuk Melaksanakan Prosedure yang di Sepakati atas Informasi Keuangan

PENDAHULUAN

Tujuan Standar jasa terkait ( “SJT” ) adalah untuk menetapkan standar yang memberikan panduan tentang tanggung jawab profesional praktisi ketika melaksanakan suatu perikatan prosedure yang disepakati atas informasi keuangan serta memberikan panduan tentang bentuk dan isi laporan yang diterbitkan oleh praktisi berkaitan dengan perikatan tersebut. SJT ditujukan untuk perikatan yang berkaitan dengan informasi keuangan. Namun standar ini dapat memeberikan panduan untuk perikatan yang berkaitan dengan non keuangan, dengan syarat praktisi memiliki pengetahuan memadai tentang hal pokok yang bersangkutan.

Tujuan Perikatan Prosedur yang Disepakati

Tujuan suatu prosedure yang disepakati adalah agar praktisi melaksanakan prosedure yang bersifat  audit yang telah disepakati oleh praktisi dan entitas serta pihak ketiga yang tepat, dan agar praktisi melaporkan temuan faktualnya. Oleh karena itu praktisi hanya memberikan suatu laporan tentang temuan faktual dari prosedure yang disepakati, praktisi tidak menyatakan keyakinan. Laporan ditujukan hanya bagi pihak yang menyetujui dilaksanakanya prosedure yang disepakati tersebut, karena pihak lain yang tidak mengetahui alasan yang mendasarri dilaksanakan nya prosedure yang disepakati tersebut.

Prinsip Umum Suatu Perikatan Prosedure yang Di sepakati

Praktisi harus mematuhi kode etik profesi akuntan publik yang ditetapkan oleh institut akuntan publik indonesia  (“ Kode Etik”). Prinsip etika yang mengatur tanggung jawab profesional praktisi untuk jenis perikatan ini adalah:

a)     Integritas

b)     Objektivitas

c)     Kompetensi serta kecermatan dan kehati-hatian profesional

d)     Kerahasian

e)     Perilaku profesioanl

f)      Standar teknis.

Independensi bukan suatu persyaratan untuk perikatan prosedur yang disepakati, namun syarat atau tujuan suatu perikatan atau standar profesi kemungkinan mensyaratkan praktisi untuk mematuhi persyaratan independensi Kode Etik. Praktisi harus melaksanakan suatu perikatan prosedure yang disepakati berdasarkan SJT dan kondisi perikatan.

Penentuan Kondisi Perikatan

Praktisi harus memastikan dengan pihak yang mewakili entitas dan pada umumnya, pihak lain yeng disebutkan yang akan menerima salinan laporan prosedure yang disepakati, bahwa terdapat suatu pemahaman yang jelas tentang prosedur yang disepakati dan kondisi perikatan. Hal-hal yang disepakati mencakup sebagai berikut :

  • Sifat perikatan.
  • Tujuan perikatan.
  • Identifikasi informasi keuangan yang akan diterapkan untuk prosedur yang disepakati.
  • Sifat, saat dan luas prosedur spesifik yang akan diterapkan.
  • Bentuk laporan prosedur yang disepakati yang diantisipasi.

Pembatasan terhadap distribusi laporan prosedur yang disepakati. Bila pembatasan ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, praktisi tidak diperkenankan untuk menerima perikatan tersebut.

Pembatasan terhadap distribusi laporan prosedur yang disepakati. Bila pembatasan ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, praktisi tidak diperkenankan untuk menerima perikatan tersebut.

Bila suatu prosedur telah disepakati oleh badan pengatur, wakil industri, dan wakil dari profesi akuntan, praktisi mungkin tidak dapat membahas prosedur tersebut dengan semua pihak yang akan menerima laporan prosedur yang disepakati. Dalam hal ini, praktisi dapat mempertimbangkan, untuk membahas prosedur yang harus dilaksanakan tersebut dengan wakil yang tepat dari pihak-pihak yang terlibat, mereviu korespondensi yang relevan dari pihak-pihak tersebut. Mengirimkan surat perikatan yang mendokumentasikan syarat-syarat penting dari penunjukan tersebut merupakan kepentingan klien maupun praktisi. Suatu surat perikatan menegaskan penerimaan praktisi atas penunjukan tersebut dan membantu menghindari salah paham tentang hal-hal seperti tujuan dan ruang lingkup perikatan. Hal-hal yang harus dicantumkan dalam surat perikatan mencakup:

a)     Suatu daftar prosedur yang harus dilaksanakan yang disepakati diantara berbagai pihak.

b)  Suatu pernyataan bahwa pendistribusian laporan prosedur yang disepakati akan dibatasi kepada pihak-pihak yang disebutkan yang telah menyepakati prosedur yang harus dilaksanakan tersebut.

PERENCANAAN

Praktisi harus merencanakan pekerjaanya sedemikan rupa sehingga perikatan dapat dilaksanakan secara efektif.

DOKUMENTASI

Praktisi harus mendokumentasikan hal-hal penting yang menjadi bukti yang mendukung laporan prosedur yang disepakati, dan bukti bahwa perikatan tersebut telah dilakasanakan berdasarkan SJT ini serta kondisi perikata.

PROSEDUR DAN BUKTI

Praktisi harus melaksanakan prosedur yang disepakati dan menggunakan bukti yang diperoleh sebagai dasar untuk melaporkan temuan faktual. Prosedur yang diterapkan dalam suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati dapat mencakup sebagai berikut:

  1. Permintaan keterangan dan analisis
  2. Perhitungan ulang, perbandingan, dan pengecekan akurasi klerikal yang lain.
  3. Observasi
  4. Inspeksi
  5. Pemerolehan konfirmasi

Lampiran 2 SJT ini adalah laporan yang berisi suatu ilustrasi daftar prosedur yang dapat digunakan sebagai satu bagian dari perikatan prosedur yang disepakati.

PELAPORAN

Pelaporan tentang perikatan prosedur yang disepakati perlu menjelaskan tujuan dan prosedur yang disepakati dalam perikatan dengan cukup rinci yang memungkinkan pembaca memahami sifat dan luas pekerjaan yang dilaksanakan. Laporan prosedur yang disepakati harus berisi:

  1. Judul
  2. Pihak yang dituju (biasanyan klien yang membuat perikatan dengan praktisi untuk melaksanakan prosedur yang disepakati).
  3. Identifikasi informasi keuangan atau non-keuangan yang dijadikan objek pelaksanaan prosedur yang disepakati.
  4. Suatu pernyataan bahwa prosedur yang dilaksanakan telah disepakati oleh penerima laporan
  5. Suatu peryataan bahwa perikatan tersebut dilaksanakan berdasarkan standar jasa terkait yang ditetapkan oleh IAPI yang berlaku untuk perikatan prosedur yang disepakati
  6. Bila relevam, peryataan bahwa praktisi tidak independen terhadap entitas.
  7. Identifikasi tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan prosedur yang disepakati tersebut.
  8. Suatu dftar prosedur spesifik yang dilaksanakan (daftar tersebut dapat disajikan sebagai lampiran dari laporan prosedur yang disepakati).
  9. Suatu deskripsi temuan faktual praktisi termasuk rincian yang memadai tentang kesalahan dan penyimpanan yang ditemukan (deskripsi temuan tersebut dapat disajikan sebagai lampiran dari laporan prosedur yang disepakat).
  10. Pernyataan bahwa prosedur yang dilaksanakan bukan merupakan suatu audit maupun reviu dan, oleh karena itu, praktisi tidak menyatakan 3 keyakinan.
  11. Suatu pernyataan bahwa jika praktisi melaksanakan prosedur tambahan, suatu audit atau reviu, hal-hal lain mungkin dapat diketahui dan dilaporkan.
  12. Suatu pernyataan bahwa laporan tersebut dibatasi kepada pihak-pihak yang telah menyepakati prosedur yang harus dilaksanakan;
  13. Suatu pernyataan (bila relevan) bahwa laporan tersebut hanya berkaitan dengan unsur, akun, pos, atau informasi keuangan atau non-keuangan yang disebutkan dan laporan tersebut tidak mencakup laporan keuangan secara keseluruhan;
  14. Tanggal laporan;
  15. Alamat praktisi; dan
  16. Tanda tangan praktisi

PERSPEKTIF SEKTOR PUBLIK

Laporan dalam perikatan suatu sektor publik kemungkinan tidak dapat diabatasi hanya untuk pihak-pihak yang telah menyepakati prosedur yang harus dilaksanakan, namun dapat tersedia juga bagi entitas atau individual yang lebih luas ( misalnya, investigasi parlemen tentang suatu entitas publik atau departemen pemerintahan). Perlu diperhatikan bahwa mandat sektor publik dapat bervariasi secara signifikan dan oleh karena itu, praktisi perlu berhati-hati untuk membedakan perikatan “ prosedur yang disepakati “ yang sesungguhnya dengan perikatan yang diharapkan sebagai audit atas informasi keuangan, seperti laporan kinerja.


Jumat, 12 Juni 2020

Identifikasi Penjualan Menurut Akuntansi

1. Penjualan Barang
Jika memenuhi seluruh kondisi:
a. Entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli
b. Entitas tidak lagi  melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual
c. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal
d. Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas
e. Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan tersebut dapat diukur secara andal

2. Penjualan Jasa
Hasil transaksi penjualan jasa dapat diestimasi secara andal, penjualan diakui dengan acuan tingkat penyelesaian transaksi pada akhir periode pelaporan.
Dapat diestimasi dengan andal jika memenuhi kriteria berikut:
a. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
b. Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas;
c. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal; dan
d. Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal

Jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi secara andal maka pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan beban yang telah diakui yang dapat dipulihkan.
Estimasi andal dapat dibuat jika ada persetujuan:
a. Hak masing-masing pihak dapat dipaksakan
b. Imbalan yang dipertukarkan
c. Cara dan syarat penyelesaian

Metode estimasi:
a. Survei pekerjaan yang telah dilaksanakan
b. Jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai prosentase dari total jasa yang dilakukan;
c. Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total biaya.

Senin, 08 Juni 2020

Tujuan Audit Investigatif

Tujuan audit investigasi sangat luas (teori & praktik):
  1. Memberikan teguran yg keras kpd manajemen yg tidak amanah, yg tidak mampu mengawasi & mencegah fraud oleh bawahannya—Memberhentikan manajemen.
  2. Memeriksa, mengumpulkan & menilai kecukupan dan relevansi bukti atas suatu kasus. Bukti2 ini bisa diterima sebagai alat bukti yg meyakinkan di pengadilan (forensic evidence), bukan sekedar bukti audit.
  3. Melindungi reputasi karyawan yg tidak bersalah. Melalui audit investigative akan terungkap siapa yg bersalah (melakukan Fraud)
  4. Mengamankan dokumen yg relevan utk investigative. Bila bukti2 itu banyak dan dpt memberi petunjuk kepada pelaku kejahatan, maka dokumen tersebut harus diberik index (tanda) dan tidak boleh orang keluar masuk ruangan tersebut.
  5. Menemukan asset yg digelapkan & mengupayakan pemulihan atas kerugian yg terjadi.
  6. Memastikan semua yg orang yg diduga bersikap kooperatif.
  7. Memastikan pelaku kejahatan tdk bisa lolos dari perbuatannya. Ada 2 cara, lakukan penuntutan tanpa pandang bulu, atau mengembalikan asset yang dicuri dan meminta si pelaku mengundurkan diriatau diberhentikan.
  8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan, sehingga tidak menjadi virus atau buah busuk yang akan merusak.
  9. Mengidentifikasi saksi yg relevan yg mnegetahui kejadian dgn memberikan bukti yg mendukung audit investigative.
  10. Mempertahankan kerahasian dan memastikan perusahaan atau lembaga ini dk terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.
  11. Rekomendasi pengelolaan manajemen risiko yg baik agar tidak lagi terjadi fraud di kemudian hari

Kompetensi Auditor Forensik

Permenpan No.PER/05/M.PAN/03/2005, tambahan kompetensi khusus Auditor Investigatif, hrs memiliki:
  1. Pengetahuan prinsip2, praktik2 & teknik audit investigatif
  2. Pengetahuan penerapan hukum, peraturan & ketentan lainnya terkait audit investigative
  3. Kemampuan memahami konsep kerahasian & perlindungan terhadap sumber informasi.
  4. Kemampuan menggunakan peralatan komputer, perangkat lunak & sistem terkait secara efektif utk mendukung proses audit investigatif terkait dgn cybercrime

Amrizal Sutan Kayo (2013,23) mengelompokkan tiga kompetensi yang hrs dimiliki oleh Auditor Investigatif atau Auditor Forensic (istilah lain dlm praktik audit forensic):
  1. Pengetahuan Dasar (akutansi, auditing, sistem adm pemerintahan, pemahaman fraud dlm pengelolaan keuangan negara---melalui pendidikan formal & diklat atau kursus terkait audit investigative.
  2. Kemampuan teknis (technical skills); mampu memahami & menginterpretasikan dokumen atau informasi keuangan secara tepat sehingga dpt diperoleh bukti akuntansi utk mendukung alat bukti tindak pidana korupsi. Memahami berbagai peraturan yg terkait dgn kasus yg ditangani, kriteria utk mengidentifikasi fraud, mampu mengusai teknik 2 audit investigatif ---perlu pengalaman— jam terbang akan menentukan technical skills auditor investigatif.
  3. Sikap mental. Sikap mental yg baik, independen, obyektif & jujur dl semua tindakannya utk mencari kebenaran. Menegakan kode etik & aturan perilaku profesi sbg auditor investigatif

Lindquist (1995) dikutip Tuanakotta (2012;106), utk dpt melaksanakan audit investigative, auditor hrs memiliki kualifikasi sbb:
  1. Kreatif. Memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu oleh orang lain dianggap normal tetapi tdk demikian, auditor investigatif hrs mampu melihat dari perspektif lain bahwa hal ini bukan sesuatu bisnis yg normal
  2. Rasa ingin tahu. Yaitu keinginan kuat utk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa/kejadian yg diauditnya.
  3. Tidak cepat Menyerah. Kemampuan utk maju terus pantang menyerah walaupun dlm situasi yg tdk mendukung & dokumen/informasi sulit diperoleh.
  4. Akal sehat. Kemampuan mempertahankan perspektif dunia nyata.
  5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, bukan sekedar memahami transaksi yg dicacat.
  6. Percaya Diri. Kemampuan utk mempercayai diri sehingga dpt bertahan jika ada pertanyaan silang dari jaksa selaku penuntut umum atau pembela.